Welcome to my blog! Today a reader, tomorrow a leaderšŸ”„

Tugas 3 RK D

Sistem MCAS


    Halo semuanya, pada kesempatan kali ini saya akan membahas mengenai sistem MCAS. Adapun hal spesifik yang akan kita bahas pada blog kali ini ialah tentang analisis sistem MCAS pada pesawat Boeing, yakni sebagai berikut.

1. Latar Belakang
    Latar belakang dicetuskannya Sistem MCAS pada Boeing 737 MAX dimaksudkan untuk meniru perilaku serupa pada pesawat seri generasi sebelumnya, yakni Boeing 737 NG. Selama tes penerbangan MAX ini, Boeing menemukan bahwa posisi dan ukuran mesin yang lebih besar cenderung mendorong hidung pesawat ke atas manuver tertentu. Maka Boeing memutuskan untuk menggunakan Sistem MCAS untuk melawan kecenderungan tersebut, karena desain ulang struktural utama akan sangat mahal dan memakan waktu yang lama. Tujuan Boeing adalah agar MAX disertifikasi sebagai versi 737 lainnya, yang akan menarik maskapai penerbangan untuk pengurangan biaya pelatihan pilot. Administrasi Penerbangan Federal atau Federal Aviation Administration (FAA), menyetujui permintaan Boeing untuk menghapus deskripsi MCAS dari manual pesawat, yang membuat pilot tidak mengetahui sistem tersebut saat pesawat mulai beroperasi pada tahun 2017. Dan dapat kita ambil kesimpulan bahwa Sistem MCAS ini adalah fitur otomatis, bukanlah manual.

2. Pengertian Sistem MCAS
    Sebelum memasuki analisis sistem MCAS pada pesawat Boeing, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu apasih sistem MCAS itu? MCAS merupakan singkatan dari Maneuvering Characteristics Augmentation System atau Sistem Augmentasi Karakteristik Manuver. Sistem MCAS adalah sebuah perangkat lunak yang terhubung ke Angle of Attack (AOA) Sensor yang terletak di bagian kiri dan kanan depan pesawat, yang memiliki fungsi untuk mengetahui apakah pesawat mengalami stall. MCAS juga dikenal dengan fitur anti-stall nya. Secara umum, Sistem MCAS ini adalah program stabilisasi penerbangan pada pesawat yang dikembangkan dan pertama kali diperkenalkan oleh Boeing pada seri pesawat Boeing 737 Max. Sistem ini baru banyak dikenal dalam dunia aviasi dan juga masyarakat awam karena kecelakaan Lion Air JT610 pada 29 Oktober 2018, yang menewaskan seluruh penumpang dan awak kru di dalam pesawat tersebut, yakni total 189 orang dengan rute Jakarta-Pangkal Pinang. Lalu 5 bulan kemudian, pesawat dengan jenis yang sama, yakni Boeing 737 Max pada maskapai penerbangan Ethiopian Airlines mengalami kecelakaan yang sama setelah take-off. Lantas apa yang menyebabkan kecelakaan kedua pesawat tersebut dan apa hubungan dengan adanya Sistem MCAS pada kedua pesawat tersebut?
  • Lion Air JT610
        Karena adanya karakteristik terbang pada seri pesawat Boeing MAX yang terbaru, saat sudut serang atau AOA Sensor terlalu besar, maka pada kecepatan tertentu pesawat cenderung mengalami stall. Jadi, MCAS di desain untuk menurunkan hidung pesawat secara otomatis demi mencegah terjadinya stall tersebut. Maka setiap kali Sistem MCAS mendeteksi bahwa AOA Sensor terlalu besar, sistem itu perlahan akan menurunkan hidung pesawat. Dimana, AOA Sensor sendiri berfungsi untuk mengukur sudut hidung pesawat selama penerbangan dan untuk mengetahui apakah pesawat mengalami stall atau tidak. Meskipun terdiri dari 2 sensor (kanan dan kiri), Boeing hanya mensyaratkan data dari satu sensor, sehingga mengurangi tingkat akurasi. Dan pada kasus kecelakaan pesawat Lion Air JT610 ini, AOA Sensor bagian kiri depan pesawat mengalami kegagalan/rusak(malfungsi), sensor tersebut mengirimkan data yang salah ke Sistem MCAS. Yang dalam hal ini, tanpa sengaja mengakibatkan Sistem MCAS menjadi aktif. Dan sistem tersebut aktif berulang kali, yang menyebabkan hidung pesawat turun terus-menerus, dan pilot berusaha keras untuk menaikkan pesawat. Jadi hidung pesawat berkali-kali naik-turun. Dan kejadian ini terus berulang pada pesawat. Hingga akhir rekaman data pada black box yang telah ditemukan, mencatat bahwa ada sekitar 26 kali perintah otomatis untuk menurunkan hidung pesawat, dan 34 kali perintah manual untuk menaikkannya. Hal ini terjadi dikarenakan pilot tidak pernah diberikan pengarahan maupun edukasi terkait sistem baru ini (MCAS). 

3. Cara Kerja Fitur MCAS
    AOA Sensor yang terlalu besar bisa berisiko membuat pesawat mengalami stall yang dapat mengaktifkan MCAS. Fitur MCAS ini tetap aktif meskipun pesawat terbang dalam kondisi manual (autopilot off). Sistem MCAS akan menurunkan hidung pesawat dengan cara mengatur roda penyesuaian (trim) agar horizontal stabilizer (sayap kecil di ekor pesawat) berputar, dan membuat hidung pesawat turun. Sistem MCAS ini akan aktif apabila :
  • Angle of Attack besar
  • Autopilot off
  • Flap (sirip tambahan di sayap) tidak menjulur keluar
  • Berbelok terlalu tajam (miring)
        Sistem MCAS baru akan non-aktif saat Angle of Attack sudah mengecil, atau pilot meng-override (mengambil alih kendali) dengan cara manual trim. Oleh karena itu, rekomendasi Boeing yang terbit setelah kecelakaan Lion Air JT610 dan Ethiopian Airlines menyebut, jika terjadi anomali Angle of Attack, pilot diminta untuk mengatur trim sendiri, baik dari tombol elektrik di stir pesawat, ataupun manual dengan cara memutar roda trim tersebut. Jika siklus itu terus berulang, Boeing menginstruksikan pilot untuk mematikan stabilizer trim melalui switch yang telah disediakan, dan tetap dalam kondisi mati (cut-out) sepanjang penerbangan berlangsung. Untuk kasus kecelakaan Lion Air JT610 sendiri, menurut KNKT bahwa kecelakaan tersebut tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, melainkan banyak faktor yang turut mengacaukan sistem penerbangan di pesawat. Fitur otomatisasi (MCAS) pada 737 MAX dan kegagalan AOA Sensor pada Lion Air JT610 merupakan dua dari sekian banyak faktor lainnya yang sedang diinvestigasi oleh KNKT.

4. Kelemahan Sistem MCAS
    Banyak yang berpendapat bahwa dugaan jatuhnya pesawat Lion Air JT610 disebabkan karena kesalahan pada Sistem MCAS, yang berulang kali menurunkan pesawat, sedangkan pilot berusaha menaikkannya. Ditambah Boeing dan FAA serentak untuk tidak memberikan pengarahan ataupun edukasi kepada pilot-pilot mengenai adanya sistem baru ini pada pesawat (MCAS), sehingga jika terjadi kesalahan sistem pada pesawat, pilot panik dan tidak tau cara meng-handle error yang muncul. Para penyelidik juga mengatakan bahwa kasus jatuhnya pesawat Ethiopian Airlines mirip dengan kasus jatuhnya pesawat Lion Air JT610. Adapun kekurangan Sistem MCAS ini adalah, sistem hanya mensyaratkan data dari salah satu AOA Sensor saja untuk dapat mengaktifkan MCAS, sedangkan sistem seharusnya butuh data dan peletakan derajat yang sama dari kedua sensor (kanan dan kiri) untuk mendapatkan tingkat akurasi yang lebih tinggi sebelum bisa mengaktifkan Sistem MCAS ini. Oleh karena itulah hal ini bisa terjadi, karena kesalahan utama dan yang paling fatal dianggap terjadi pada tata letak AOA Sensor, yang mengalami kegagalan/malfungsi, dan memberikan false warning atau data yang salah ke Sistem MCAS, dan membuat MCAS aktif. Sehingga pada saat sensor menyala, maka pesawat akan mengikuti pedoman sistem/sistem kerja dari MCAS itu sendiri. Selain itu, MCAS hanya membaca satu sensor saja, yakni Angle of Attack, dan langsung mengambil tindakan tanpa mengecek data lainnya. Jika pada sensor tersebut terjadi malfungsi, maka MCAS akan membaca data yang salah dan dapat mengakibatkan kecelakaan seperti kasus pesawat Lion Air JT610 yang telah dibahas diatas. Oleh sebab itu, sistem perlu dilakukan penyempurnaan lagi, agar tidak terjadi kesalahan fatal seperti ini yang menjadi boomerang bagi maskapai sendiri, pilot, dan pihak yang bersangkutan.

Demikian pembahasan analisis sistem MCAS pada pesawat Boeing 737 Max ini, semoga informasi yang tertera diatas dapat disimak dan dibaca dengan baik, semoga bermanfaat!

Referensi :

Komentar

Postingan Populer